Translate

Senin, 01 Agustus 2011

Pengelompokan Bahaya di Hutan dan Gunung

Kelompok-kelompok Bahaya di Hutan dan Gunung

1. Bahaya Objectif

a) Kondisi Bentuk Permukaan Bumi (Terrain); Apakah Terrain berpemukaan: datar, curam, patahan-patahan, tonjolan-tonjolan dan gabungan dari beberapa bentuk. Masing-massing memiliki bahaya sendiri-sendiri. Apakah kondisi permukaan itu terbentuk oleh tanah padat, gembur, berair, becek, rawa, sungai, pasir, kerikil bulat, krikil tajam, batuan lepas, batuan padat dan serterusnya. Masing- masing juga memeiliki sifat-sifat tersendiri yang tentunya memeiliki potensi-potensi bahaya.

b) Bentuk-bentuk Kehidupan (living Form);
• Kehidupan Binatang: Mulai kehidupan Micro organisme yang sederhana hingga binatang-binatang besar dapat menjadi potensi bahaya. Secara umum potensi itu adalah :
- Dapat menimbulkan penyakit.
- Dapat menularkan penyakit.
- Beracun bila menyengat, bersentuhan atau menggigit.
- Beracun bila dimakan.
- Karena ukurannya besar dapat berbahaya bila menyerang.
- Binatang besar pemangsa.
- Minimbulkan/mengeluarkan zat-zat kimia yang membuat sangat tidak nyaman.
• Tumbuh-tumbuhan
Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tumbuhan adalah : ‘
- Kerapatan tumbuhan dapat menghambat dan mencederai kita dalam pergerakan.
- Kerapatan tumbuhan dapat menghambat jarak dan keleluasaan pandangan (visibility) sehingga menyulitkan orientasi.
- Mempunyai duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederai kita.
- Mengandung racun bila dimakan.
Tetapi harus dicatat, dalam situasi survival ada tidaknya binatang dan tumbuhan yang dapat kita manfaatkan juga merupakan problem bagi kita untuk sumber makakan, shelter, bahan bakar, perlengkapan pengganti dll.
c) Iklim dan Cuaca
Iklim yang merupakan gambaran umum musim-musim yang terjadi disuatu daerah tertentu dalam periode waktu satu tahun mungkin lebih mudah doiperkirakan. Tetapi cuaca yang berkaitan dengan: temperatur, kelembaban dan pergeerakan udara akan lebih sulit diperkirakan. Ketiga hal itu sangat berkaitan dengan kemampuan tubuh kita yang mempunyai keterbatasan untuk dapat berfungsi normal. Hal-hal yang dapat menjadi potensi bahaya dari kondisi cuaca adalah :
• Temprertur Tinggi, yang berkaitan debngan terik matahari dapat menyebabkan Heatstroke dan Sunstroke.
• Temperature rendah, basah, angin, dan kombinasinya dapat menyebabkan Hypotermia.
• Basah terus-menerus dapat menyebabkan bagian telapak kaki mengalami Water immersion foot (seperti kena kutu air). Akan mudah lecet dan peluang terinfeksi menjadi lebih besar.
• Potensi-potensi bahaya lain yang diakibatkan oleh cuaca misal: angin yang sangat besar dapat mematahkan batang2 pohon besar yang bisa mencederai kita, curah hujan yang tinggi dapat menghambat pergerakan dan jarak pandang. Curah hujan yang sangat extreme mempunyai potensi bahaya tersendiri. Demikian juga kekeringan yang extreme
d) Ketinggian
Tinggi rendahnya suatu tempat dari atas permukaan laut, akan berkaitan dengan besarnya tekanan udara di tempat itu. Disekitar ketinggian sejajar dengan permukaan laut tekanan udara besarnya kurang lebih 1 Atmosfir (atm), pada 500 Meter Diatas Permukaan Laut (mdpl) tekanan udaranya hanya kurang lebih 50%nya. Besarnya tekanan disebabkan massa udara yang lebih besar. Dengan kata lain materi yang membentuk udara lebih banyak. Makin kecil tekanannya, makin sedikit materi yang membentuknya. Oksigen yang kita butuhkan ada kurang lebih 20% dari materi yang membentuk udara. Dengan demikian makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut makin sedikit jumlah oksigen dari setiap liter yang terhisap paru-paru kita. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk beraklimatisasi dengan kondisi ini. Kurangnya waktu aklimatisasi dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tubuh kita, yaitu apa yang disebut Mountain Sickness, yang bila berlanjut dari kondisi Hypoxia dapat berkembang menjadi Pulmonaryedema dan atau Cerebraledema. Bahkan diatas ketinggian yang berkisar mulai diatas 5000 mdpl, tubuh kita tidak mampu beraklimatisasi secara permanaen. Hanya dalam batasan waktu tertentu tubuh kita dapat bertahan. Daerah diatas ketinggian itu sering juga disebut “Death Zone” dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat beraklimatisasi permanent disana. (Can u follow it…?)
e) Besaran Jarak dan Waktu
Besarnya jarak biasanya berkaitan dengan lamanya waktu tempuh, walau tingkat kesulitan medan (berkaitan dengankondisi Terrain, Living Form, Iklim dan cuaca, ketinggian) ikut berpengaruh. Secara sederhana dapat dilihat bahwa makin besar jarak dan waktu makin rumit rencana perjalan yang harus kita buat. Banyak masalah- masalah yang harus kita pertimbangkan seperti misalnya : masalah perbekalan, navigasi, kesehatan, shelter, peralatan, tekanan- tekanan/stress (fisik dan psikis) yang mungkin dialami dst. Makin rumit rencana perjalanan yang harus kita pertimbangkan, ada kemungkinan makin besar faktor-faktor kesalahan yang terjadi. Faktor- faktor kesalahan yang ini dapat berkembang pada pelaksanaanya menjadi potensi bahaya.
f) Kondisi Akibat/Pengaruh
Yang dimaksud dengan kondisi akibat atau pengaruh adalah suatu kondisi yang pada umumnya/biasanya tidak merupakan potensi bahaya, tetapi akibat pengaruh tertentu menjadikannya sebagai potensi atau bahaya. Beberapa contoh misalnya :
- Adanya bangkai binatang besar diatas aliran sungai yang sangat jernih dihutan atau digunung yang kita gunakan sebagai sumber air.
- Adanya ganggang beracun pada genangan air tetrentu yang kita anggap sebagai sumber air yang baik.
- Munculnya gas beracun di wilayah gunung berapi dimana biasanya wilayah tersebut aman. Hal ini mungkin akibat aktivitas gunung berapi beraktivitas diluar normalnya.
- Jenis-jenis ikan tertentu yang biasanya tidak beracun menjadi ikan beracun bila dikonsumsi akibat adanya kandungan mineral tertentu atau micro organisme tertentu diperairan habitatnya.
- Dan contoh lainnya.
g) Kondisi Sosial Budaya
“Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya”, demikian kata peribahasa. Setiap daerah memang memiliki adat-istiadat tersendiri. Kesalahan kita dalam menghargai adat istiadat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Rasa tidak suka, penolakan terhadap kehadiran kita akan menimbulkan ketidaknyamanan dan atau rasa tidak aman pada diri kita. Hal ini bila berlanjut dapat menjadi potensi bahaya yang tidak jarang pula menjadi bahaya. Tidak jarang pula masyarakat pedalaman yang akan merasa tidak aman bila wilayahnya dimasuki orang asing. Bagi kita sikap mereka sering kita anggap agresif, yang sesungguhnya itu adalah manifestasi dari rasa tidak aman itu. Pendekatan yang cermat perlu kita lakukan agar situasi itu tidak menjadi potensi bahaya.

2. Bahaya Subjektif
a. Kondisi Kebugaran (fitness)
Subject : Berkegiatan di alam terbuka dalam tingkatan tertentu menuntut kebugaran tubuh pelakunya. Tidak saja sitem peredaran darahnya (cardios culary), metabolisme tubuh, kekuatan otot-ototnya, tetapi juga daya pertahanan tubuhnya terhadap perubahan-perubahan cuaca (berkaitan dengan temperatur, kebasahan angin). Sering juga berkegiatan di gunung dan hutan mengharuskan kita melakukan irama dan siklus kehidupan yang tidak teratur. Atau setidaknya tidak sebagaimana pada kehidupan kita sehari-hari. Situasi dan kondisi ini dapat menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh pelaku tidak dapat memenuhi sebagaimana yang dituntut kegiatan itu.

b. Kondisi Kemampuan Tekhnis (Technical Skills)
Subyek : Sebentuk pengetahuan dan keterampilan tekhnis tentu saja dituntut dalam berkegiatan di gunung dan hutan. Keterampilan untuk dapat bergerak dengan efisien serta efektif, mengontrol keseimbangan dan irama gerak tubuh serta beristirahat secara efektif tapi efisien. Hal ini juga harus ditunjang dengan pengetahuah apa saja, peralatan pembantu yang dibutuhkan secara tepat, serta penggunaanya secara benar untuk membantunya bergerak atau beristirahat. Pengetahuan dan keterampilan menjaga kesehatan, kebugaran tubuh dan bagaimana mengatasi bila tergangu juga dituntut. Tidak mendukungnya kemampuan tekhnis pelaku, akan menjadi sebentuk potensi bahaya.
c. Kondisi Kemampuan Kemanusiaan (Human Skills)
Sebentuk kondisi kemampuan kemanusiaan juga dituntut dalam berkegiatan di alam bebas. Apa yang sering kita dengar sebagai mental yang kuat dan emosi yang stabil itu yang dituntut. Tetapi uraian dari mental yang kuat itu sendiri jarang kita dengar. Pengertian mental itu sendiri adalah bagaimana “sikap berfikir kita dalam mengontrol aksi gerak tubuh/tindakan kita”. Dengan kata lain bagaimana kita terhadap sebentuk situasi dan kondisi: Menilai, Menganalisa, Merasionalisasikannya, Mengambil/Menentukan keputusan, serta Melaksanakan keputusan itu. Hal-hal diatas terntu saja menuntut sebentuk perilaku positif manusia. Seperti : Leadership, Judgement, Determination, Integrity, Patience/Kecermatan, dan seterusnya untuk dapat melaksanakannya dengan baik. Emosi adalah sebentuk reaksi perasaan yang timbul bila menghadapi situasi dan kondisi tertentu. Dapat dianggap sebagai suatu kewajaran, tetapi tidak jarang sesungguhnya tidak bersifat rasional. Rasa Takut, Kesal, Kesepian, Patah Semangat, Frustasi, adalah contoh-contoh yang dapat berkembang menjadi potensi bahaya.
d. Kondisi Kemampuan Pemahaman Lingkungan (Enviromental Skills)
Pamahaman akan segala bentuk sifat dan karakter dari lingkungan gunung dan hutan dituntut bagi pelaku yang berkegiatan disana. Segala sifat dan karakter lingkungan yang dapat menjadi potensi bahaya harus bisa dinilainya; tetapi sifat dan karakter yanhg dapat dimanfaatkan harus pula dapat dipahaminya. Sifat dan karakter lingkungan itu bukan dianggap sebagai musuh, tetapi bagaimana ia harus mampu bernegosiasi dengan segala kemampuan yang dimilinya. Ketidakmampuan memahami segala karakter dan sifat lingkungan dimana ia berkegiatan akan dapat menimbulkan potensi bahaya.

3. Nasib Buruk dan Baik
Hal utama dari sikap pendekatan kita terhadap nasib baik dan buruk mungkin yang terbaik adalah sebagai berikut: Adanya nasib buruk adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Apabila terjadi pada kita, terimalah sebagai suatu realita bukan dengan reaksi emosi yang negatif seperti : Kesal, Menyesali, Marah dst. Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita dapat mengatasinya dengan bijak dan tepat. Mendapatkan nasib baik harus kita sadari hanya benar-benar sebuah keberuntungan. Hal ini jangan kita jadikan sandaran untuk tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak rela menerima adanya nasib buruk dan tidak menyadari itu hanyalah sebuah keberuntungan, akan menjadi suatu potensi bahaya bagi kita.

Rock Climbing

Rock Climbing
Rock Climbing
Rock Climbing adalah olah raga fisik dan mental yang mana selalu membutuhkan kekuatan, keseimbangan, kecepatan, ledakan-ledakan tenaga yang didukung dengan kemampuan mental para pelakunya. Ini adalah kegiatan yang sangat berbahaya dan dibutuhkan pengetahuan dan latihan. Olah raga ini juga menggunakan alat-alat panjat yang sangat krusial dan rawan, tetapi dengan teknik dan pengetahuan yang benar, olah raga ini sangat aman untuk dilakukan.
Teknik Dasar Pemanjatan / Rock Climbing 
1. Face Climbing 
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan atau ronggayang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk mempercayakan sebagian berat badannya padapegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaanyang salah. Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
2. Friction / Slab Climbing 
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Inidilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh denganmembebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik. 
3. Fissure Climbing 
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.
 Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehinggaseolah-olah menyerupai pasak.
 Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempelpada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengankedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan. 
Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
 Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miringsedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.
 
Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat :
Free Climbing
Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalahdiri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosedur yang benar. Padafree climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bila jatuh. Dalam  pelaksanaanya  ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer.
Free Soloing
Merupakan bagian dari free climbing, tetapi si pendaki benar-benar melakukan dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri. Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada ruteyang dilalui. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan,baik itu tumpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan freesoloing climbing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.

Sistem Pendakian
  1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian-pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk seluruh team.
  1. Alpine Style
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan esoknya dilanjutkan kembali).

Teknik Turun / Rappeling
Teknik ini digunakan untuk menuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepenuhnya bergantung dari peralatan.
Prinsip rappelling adalah sebagai berikut :
1.Menggunakan tali rappel sebagai jalur lintasan dan tempat bergantung.
2.Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun.
3.Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan.
Macam-macam dan Variasi Teknik Rappeling
  1. Body Rappel
Menggunakan peralatan tali saja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yangterkena gesekan akan terasa panas.
  1. Brakebar Rappe
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan brakebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaiannya hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar
  1. Sling Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilakukan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simpul yang digunakan adalah jenis Italian hitch.
  1. Arm Rappel / Hesti
Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan. Dipergunakan untuk tebing yang tidak terlalu curam.Dalam rapelling, usahakan posisi badan selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengurangi sesedikit mungkin benturan badan padatebing dan gesekan antara tubuh dengan tali.
Sebelum memulai turun, hendaknya :
1.Periksa dahulu anchornya.
2.Pastikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan.
3.Sebelum sampai ke tepi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah).
4.Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawah, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selain itu juga dapat melihat lintasan yang ada.
5.Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya.

Peralatan Pemanjatan
 
1.      Tali Pendakian
Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianjurkanjenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pendakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapatberkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi sekarang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm.Ada dua macam tali pendakian yaitu :
•Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hijau. Tali staticdigunakan untuk rappelling.
•Dynamic Rope, tali pendakian yang kelenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu).
2.      Carabiner
Adalah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang berfungsi seperni peniti.
Ada 2 jenis carabiner :
•Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman).
•Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman)
3.      Sling
Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain :- sebagai penghubung- membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing.- Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point- Mengurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang.
4.      Descender
Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay atau rappelling.
5.      Ascender
Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila diberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali.
6.      Harnes / Tali Tubuh
     Alat pengaman yang dapat menahan atau mengikat badan. Ada dua jenis harnes :
Seat Harnes, menahan berat badan di pinggang dan paha.
Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan paha.Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsung dirakit oleh pabrik.
7.      Sepatu
Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanjatan :
•Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kuat. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah.
•Sepatu yang tidak lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocokdigunakan pada tebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat tertahan oleh bagian depan sepatu.
8.   Anchor (Jangkar) 
   Alat yang dapat dipakai sebagai penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat tertahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu :
Natural Anchor, bisa merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya.
•Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebingoleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain
 Mengetahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya

Belay Device (Peralatan untuk Belay)
Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali saat pemanjatanagar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai,yang paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri.
Cam atau Friends
Spring Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau friends adalah peralatan proteksi pemanjatan yang fenomenal,diciptakan oleh Ray Jardine seorang aerospace engineer yangsenang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya akan mengembang memenuhi celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa ukuran disesuaikan dengan lebar celah tebing.

Carabiner
Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis memiliki fungsi tersendiri dalam pemanjatan.
Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai sebagai anchor pada top roping dan juga dipakai oleh belayer.
Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluan lain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw.
Quickdraw atau Runner Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis snapring, dipakai sebagai alat proteksi di tebing.

Hexes
Adalah pasangan sling dengan tabung alumunium (titanium) segi enam. Berfungsi sama dengan cam, berharga lebih murah, tetapi lebih sulit dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia dalam beberapa ukuran.

Nuts
Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dipakai olehpemanjat tebing, fungsinya sama dengan cam dan hexes dengan harga lebih murah.

Tricams
Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bentuk tetapi fungsinya sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak dianjurkan dipakai untuk pemula.

Prosedur Pemanjatan

Tahapan-tahapan dalam suatu pemanjatan hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut
·  Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai.
·  Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan.
·   Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membuka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya.
Untuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). Tugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leaderbila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperhatikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur.
·         Bila belayer dan leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian.
·         Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harusmemasang achor.6.Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagaibelayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya.