Penggiat Alam Bebas Perlu Miliki Beberapa Kemampuan
asa liburan biasanya digunakan oleh banyak anggota pencinta alam untuk mendaki gunung. Namun beberapa kali kita melihat atau mendengar musibah yang dialami para pendaki gunung. Banyak musibah menimpa para pendaki di gunung tertentu akibat hilang atau tersesat hingga menimbulkan kematian. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Mendaki gunung sebagai kegiatan di alam bebas perlu disadari betul sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Sebab terjadi perubahan penyesuaian diri terhadap lingkungan yang kita datangi. Dari kehidupan di perkotaan yang nyaman dan aman dengan segala fasilitasnya, menuju lingkungan dengan kondisi yang ekstrem. Biasanya kita bermukim di rumah yang nyaman dan sejuk, terhindar dari panasnya matahari, dinginnya malam dan hujan serta tidur di ranjang yang empuk dengan selimut yang menghangatkan. Belum lagi dengan makanan dan minuman yang cepat tersedia dari para pembantu di rumah maupun di tempat jajanan.
Semua itu akan berubah drastis jika kita mendaki gunung. Perbekalan selama mendaki kita bawa dalam ransel yang berat termasuk peralatan dan perlengkapan lainnnya. Tenda untuk berteduh harus didirikan untuk menghindari dinginnya suhu di ketinggian serta angin dan hujan yang sewaktu-waktu datang dengan tiba-tiba. Makanan dan minuman juga harus diolah terlebih dahulu sebelum kita menikmatinya. Belum lagi dengan kondisi lingkungan dalam perjalanan. Hutan yang lebat serta jalan yang menanjak dan tak jarang kita harus melewati pinggiran tebing dengan jurang yang dalam. Dengan situasi seperti itu jelas diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang sebelum kita mendaki gunung dengan nyaman.
Seorang pakar pendidikan alam terbuka, Collin Mortlock, mengatakan bahwa para penggiat alam bebas harus memiliki beberapa kemampuan dalam berkegiatan. Kemampuan itu adalah kemampuan teknis yang yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan. Sebagai contoh, pendaki harus memahami ritme berjalan saat melakukan pendakian, menjaga keseimbangan pada medan yang curan dan terjal sambil
membawa beban yang berat serta memahami kelebihan dan kekurangan dari perlengkapan dan peralatan yang dibawa serta paham cara penggunaannya.
Lalu, kemampuan kebugaran yang mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam. Berikutnya, kemampuan kemanusiawian. Ini menyangkut pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi/kemauan, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisis diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
Seorang pendaki seharusnya dapat memahami keadaan dirinya secara fisik dan mental sehingga ia dapat melakukan kontrol diri selama melakukan pendakian, apalagi jika dilakukan dalam suatu kelompok, ia harus dapat menempatkan diri sebagai anggota kelompok dan bekerja sama dalam satu tim.
Tak kalah penting adalah kemampuan pemahaman lingkungan. Pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan spesifik. Wawasan terhadap iklim dan medan kegiatan harus dimiliki seorang pendaki. Ia harus memahami pengaruh kondisi lingkungan terhadap dirinya dan pengaruh dirinya terhadap kondisi lingkungan yang ia datangi.
Keempat aspek kemampuan tersebut harus dimiliki seorang pendaki sebelum ia melakukan pendakian. Sebab yang akan dihadapi adalah tidak hanya sebuah pengalaman yang menantang dengan keindahan alam yang dilihatnya dari dekat, tetapi juga sebuah risiko yang amat tinggi, sebuah bahaya yang dapat mengancam keselamatannya.
PERLENGKAPAN PRIBADI
1. Sepatu, ada beberapa tipe sepatu yang dirancang khusus untuk berbagai jenis perjalanan. Sepatu yang baik adalah yang dapat memberikan perlindungan bagi kaki dan cocok untuk jenis perjalanan.
2. Pakaian, harus dapat melindungi si pemakai dari gangguan medan dan cuaca. Meliputi pakaian untuk kepala, badan, tangan dan kaki.1. Sepatu, ada beberapa tipe sepatu yang dirancang khusus untuk berbagai jenis perjalanan. Sepatu yang baik adalah yang dapat memberikan perlindungan bagi kaki dan cocok untuk jenis perjalanan.
3. Perlengkapan tambahan, meliputi bekal makanan / minuman, senter, pisau, perlengkapan menginap / tidur, dll.
PERLENGKAPAN TEKNIK
1. Tali (Rope)
Tali yang dipergunakan dalam pendakian / pemanjatan tebing (climbing rope) bersifat fleksible, elastis dan tahan terhadap beban yang berat. Diameter tali berkisar antara 11, 10 dan 9 mm. Kemampuan menahan beban berkisar antara 1.360 s/d 2.720 kg. Yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu : Hawser laid dan Kernmantel.
2. Helmet / Crash Hat
Berfungsi sebagai pelindung kepala terhadap benturan benda keras.
3. Harness
Tali tubuh yang berfungsi sebagai sabuk pengaman.
4. Carabineer
Carabineer adalah cincin kait yang berbentuk oval atau D dan mempunyai gate / pintu, terbuat dari allumunium alloy dan mempunyai kekuatan antara 1.500 – 3.500 kg. Carabineer ini ada dua jenis, yaitu : screw gate (berkunci) dan snape gate (tidak berkunci).
5. SlingCarabineer adalah cincin kait yang berbentuk oval atau D dan mempunyai gate / pintu, terbuat dari allumunium alloy dan mempunyai kekuatan antara 1.500 – 3.500 kg. Carabineer ini ada dua jenis, yaitu : screw gate (berkunci) dan snape gate (tidak berkunci).
Sling terbuat dari webbing tubular. Panjang sekitar 1,5 m dengan lebar 2,5 cm dibentuk menjadi sebuah loop (lingkaran) yang dihubungkan dengan simpul pita.
PERENCANAAN PERLENGKAPAN PERJALANAN :
Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR,
3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan,
4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban
5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)
Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu :
1. Perjalanan pendakian gunung
2. Perjalanan menempuh rimba
3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa
4. Perjalanan penelusuran gua
5. Perjalanan pelayaran
Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut :
1. Perlengkapan dasar, meliputi :
o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan
o Perlengkapan untuk istirahat
o Perlengkapan makan dan minum
o Perlengkapan mandi
o Perlengkapan pribadi
o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll)
o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll)
o Perlengkapan pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll)
o Perlengkapan penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)
3. Perlengkapan tambahan
Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll).
Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak.
Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita.
(Sumber : Buku Panduan Pedoman Mendaki Gunung & Penjelajahan Rimba/EAT&E – EAST 2003
Mendaki gunung adalah suatu olah raga keras, penuh petualangan dan membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan serta daya juang yang tinggi. Bahaya dan tantangan merupakan daya tarik dari kegiatan ini. Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah untuk menguji kemampuan diri dan untuk bisa menyatu dengan alam. Keberhasilan suatu pendakian yang sukar, berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.
Di Indonesia, kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964 ketika pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil mencapai puncak Soekarno di pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya (sekarang Papua). Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari Indonesia, serta Fred Atabe dari Jepang. Pada tahun yang sama, perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung mulai lahir, dimulai dengan berdirinya perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung WANADRI di Bandung dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) di Jakarta, diikuti kemudian oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di berbagai kota di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar